Pancasila yang terlahir dari hasil sidang BPUPKI yang dilaksanakan pada tanggal 29, 30, 31 mei hingga 1 juni 1945 ternyata masih asyik untuk dipelajari. Terlebih ketika gagasan dari orang-orang terbaik pada sidang tersebut masih berupa mentahan yang harus diolah kembali oleh tim kecil bernama Panitia Sembilan. Bukan perkara mudah untuk merumuskan Pancasila karena kemajemukan dan kebhinekaan yang merupakan fitrah Bangsa Indonesia harus benar-benar menjadi bahan pertimbangan untuk membangun sebuah nation kedepannya.
Sejarah telah mencatat bahwa peranan para cendekiawan muslim pada saat itu sangatlah besar setelah berhasil merumuskan Jakarta Charter pada 22 Juni 1945, para cendekiawan yang berlabel negarawan telah berbaur untuk merelakan revisi pada sila pertama yang awalnya berbunyi “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk- pemeluknya diganti menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa”. Kebesaran hati para tokoh-tokoh Islam demi terciptanya sebuah persatuan sudah sangat jelas tercermin dari sebelum negeri ini terlahir.
Pancasila yang memiliki makna 5 dasar atau 5 asas ini adalah gagasan terbaik yang pernah terlahir dari pemikiran anak kandung ibu pertiwi, terinspirasi dari kejayaan Nusantara terdahulu yang memiliki dasar negara bernama Pancasyeela dengan panji-panjinya yang berwarna dasar merah dan putih. Pancasila sendiri memiliki 5 nilai dasar yang harus dijadikan pedoman bagi seluruh warga negara dalam menjalankan kehidupan berbangsa serta bernegara, Kelima nilai dasar tersebut yakni Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan serta Keadilan. Negara serta seluruh lapisan masyarakat yang ada harusnya terus menajamkan kembali nilai-nilai tersebut pada setiap sendi-sendi kehidupan, saat ini apakah masih ada manusia yang benar-benar berjiwa Pancasila?
Mari kita kaji secara seksama. Setelah keruntuhan Orde Baru pada mei 1998, fakta memperlihatkan terjadi pergeseran nilai-nilai dalam kemasyarakatan kita. Orde baru yang selama 32 tahun menggalakkan program penanaman ideologi Pancasila melalui program P4nya nampaknya harus dijadikan penilaian tersendiri dalam pelaksanaan kehidupan kebangsaan kita. Bukan perihal perploncoannya namun penanaman pemahaman dan penghayatan tentang Pancasila merupakan satu nilai lebih dari kebijakan Orde Baru dalam menjaga ideologi negara.
Pergeseran nilai-nilai di era reformasi sangatlah terasa, degradasi moral dan nilai ketimuran Indonesia semakin terlihat nyata sebagai sebuah realita. Kasus-kasus konflik yang berbau SARA diberbagai daerah dari tahun 1998-2018 adalah serangkaian contoh akan hilangnya nilai-nilai Pancasila pada era reformasi ini. Lalu langkah apa yang harus dilakukan oleh para pengambil kebijakan agar Pancasila ini tetap ada untuk generasi bangsa berikutnya?Negara sudah memberikan amanat kepada BPIP dibawah komando Yudilatif untuk segera memulihkan nilai-nilai Kepancasilaan.
Bukan hanya Pancasilanya saja namun terlebih penting manusia-manusianya yang menjiwai nilai-nilai Pancasila. Semoga melalui peringatan hari lahirnya Pancasila ini menjadi momentum bangkitnya kesadaran seluruh masyarakat Indonesia akan pentingnya belajar dari nilai-nilai dasar Pancasila.
Selamat Hari Lahir Pancasila,
Salam Literasi,
Hadi Hadede
Guru SMAI Al-Azhar Kelapa Gading Jakarta